BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Demokrasi sesungguhnya bukan lagi hal yang
asing bagi masyarakat diseluruh dunia, isu berkaitan dengan demokrasi telah
menjadi isu global, disetiap tingkatan jenjang pendidikan terutama bagi Negara
Indonesia selalu memuat materi berkaitan dengan demokrasi, dengan tujuan memberikan
pemahaman sedini mungkin bagi masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan
demokrasi dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun yang
disayangkan oleh penulis dalam hal ini ialah minimnya literature mengenai
konsep dan praktek demokrasi dalam islam, kita hanya menemukan konsep demokrasi
barat.
Dalam pandangan islam, allah swt berada pada
posisi sentral (theocentric) dalam segala urusan, menjadi sumber dari
semua sumber, sedangkan madzhab barat yang pemikirannya selalu menempatkan
manusia pada posisi sentral (anthropocentric), bahkan lebih kadang lebih
sempit lagi menempatkan bangsa barat dalam posisi sentral (ethnocentric).
Barat telah menjadi rujukan bagi persoalan
demokrasi, Negara-negara imperialis barat sangat berperan dalam mengglobalkan
pandangan dan pemahaman tentang demokrasi. Barat berupaya memaksakan nilai-nila
dan pandangan-pandangan hidupnya melalui metode penjajahan pemikiran, hegemoni
dan ketergantungan materi (ekonomi) dalam berbagai aspek kehidupan. Sebuah Negara
baru akan dianggap sebagai Negara yang demokrasi jika berdasarkan hokum yang
senyatanya dibuat oleh manusia.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan
masyarakat islam, berbagai pemahaman mengenai demokrasi menjadi sangat menonjol
seiring dengan mulai memudarnya bahkan mulai lenyap pemahaman-pemahaman
demokrasi yang sesuai dengan islam.
Bukankah allah swt memuliakan manusia, hal ini
dapat kita buktikan dengan diangkatnya manusia sebagai khalifah fil al-ardi.
Sebuah pemahaman yang kokoh, tegak diatas landasan aqidah yang diyakini
oleh manusia, dan yang mengatur hak-hak manusia secara menyeluruh, bersifat
universal.
UNESCO pada tahun 1949 menyatakan demokrasi
sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua system organisasi politik
dan social yang diperjuangkan oleh para pendukungnya yang beroengaruh. Sebagai
konsekuensi dari pemahaman demokrasi secara global yang dipropagandakan oleh
barat, hamper semua Negara didunia meyakini demokrasi sebagi tolak ukur yang
tak terbantahkan dari keabsahan politik. Keyakinan bahwa kehendak rakyat
adalah dasar utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya
system politik demokrasi.
Hal ini menunjukkan bahwa rakyat diletakkan
pada posisi penting walaupun secara operasional implikasinya diberbagai Negara tidak
selalu sama. Tidak ada Negara yang ingin dikatakan sebagai Negara yang tidak
demokratis atau Negara yang otoriter. Maka dengan penjelasan diatas, penulis
memberikan judul makalah ini konsep demokrasi dalam pandangan islam dan
barat.
2.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
demokrasi menurut barat?
2.
Bagaimana
demokrasi menurut islam?
3.
Bagaimana
penerapan demokrasi dalam islam?
4.
Bagaimana pemahaman
dan sikap pemikir islam terhadap demokrasi barat?
5.
Bagaimana
persamaan dan perbedaan islam dan demokrasi?
3.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui demokrasi menurut barat.
2.
Untuk
mengetahui demokrasi menurut islam.
3.
Untuk mengetahui
penerapan demokrasi dalam islam.
4.
Untuk
mengetahui pemahaman dan sikap pemikir islam terhadap demokrasi barat.
5.
Untuk
mengetahui persamaan dan perbedaan islam dan demokrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Demokrasi
Menurut Pandangan Barat
1.
Pengertian
Demokrasi
Dari sudut
bahasa, demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos yang berarti
rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau
kekuasaan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos
berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.[1]
Menurut
istilah, ada beberapa definisi tentang demokrasi:[2]
a.
Menurut harris
soche
Demokrasi
adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintah itu melekat
pada diri rakyat, diri oranng banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang
banyak untuk mengatur, mempertahannkan, dan melindungi dirinya dari paksaan dan
pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
b.
Menurut international
commissionfor jurist
Demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan
politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilh oleh
mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilhan
yang bebas.
c.
Menurut C. F
Strong
Suatu system
pemerintahan dimana mayoritas anggota dewasa ini masyarakat politik ikut serta
atas dasar system perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah mempertanggung
jawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
d.
Menurut Merriam
Webster dictionary
Demokrasi
dapat didefinisikan sebagai “pemerintahan oleh rakyat, khususnya oleh mayoritas
pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh
mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah system perwakilan yang
biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara
periodic; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik;
tiadanya distingsi kelas atau prevelese berdasarkan keturunan atau kewenangan secara
subtantif.
Ada satu pengertian mengenai demokrasi yang
dianggap paling popular diantara pengertian yang ada. Pengertian tersebut
dikemukakan pada tahun 1863 oleh Abraham Lincoln yang menngatakan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat (govermennt of the people, by the people, and for
the people).
Pemerintah dari rakyat berarti pemerintah
Negara itu mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan.
pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan Negara itu dijalankan oleh
rakyat. Pemerintahan untuk rakyat berarti pemerintahan itu menghasilkan dan
menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan
kesejahteraan rakyat.
Prinsip utama dalam demokrasi ada dua macam
(maswadi rauf, 1997) yaitu:
a.
Kebebasan/persamaan
(freedom/equality)
kebebasan dan
persamaan adalah pondasi demokrasi. Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai
kemajuan dengan memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa adanya
pembatasan dan penguasaan.
b.
Kedaulatan
rakyat (people`s sovereignty)
Dengan konsep
kedaulatan rakyat, pada hakikatnya kebijakan yang dibuat adalah kehendak rakyat
dan untuk kepentingan rakya.
Demokrsai
dalam hal praktek pelaksanaan-nya dapat dibagi menjadi 2, yaitu:[3]
a.
Demokrasi
langsung atau direct democracy
b.
Demokrasi
perwakilan atau indirect democracy
Dalam praktek ketatanegaraan penggunaan atau
praktek demokrasi langsung direct democracy hanya pernah dilaksanakan
pada masa yunani kuno dengan city state nya, system demokrasi langsung
sekarang ini hampir tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan. Alasan demokrasi
langsung sulit dilaksanakan sebagai berikut:
a.
Tidak ada
tempat yang menampung seluruh warga yang jumlahnya cukup banyak.
b.
Untuk
melaksanakan musyawarah dengan baik dengan jumlah yang banyak sulit dilakukan.
c.
Hasil
persetujuan secara bulat mufakat sulit tercapai, karena sulit tercapai, karena
sulitnya memungut suara dari peserta yang hadir.
d.
Masalah yang
dihadapi Negara semakin kompleks dan rumit sehingga membutuhkan orang-orang
yang secara khusus berkecimpung dalam penyelesaian masalah tersebut.
Maka untuk menghindari kesulitan seperti
diatas dan agar rakyat tetap memegang kedaulatan tertinggi, maka dipergunakan
system perwakilan rakyat atau indirect democracy di bentuklah badan
perwakilan rakyat. Badan inilah yang menjalankan demokrasi. Namun pada
prinsipnya rakyat tetap merupakan pemegang kekuasaan tertinggi sehingga
mulailah dikenal “demokrasi tidak langsung” atau “demokrasi perwakilan”.
Untuk Negara-negara modern penerapan demokrasi
tidak langsung dilakukan kerena berbagai alasan, antara lain:[4]
a.
Penduduk yang
selalu bertambah sehingga pelaksanaan musyawarah pada suatu tempat tidak
dimungkinkan.
b.
Masalah yang
dihadapi semakin kompleks karena kebutuhan dan tantangan hidup semakin banyak.
c.
Setiap warga
Negara memiliki kesibukan sendiri-sendiri didalam mengurus kehidupannya
sehingga masalah pemerintahan cukup diserahkan pada orang yang berniat dan
memiliki keahlian di bidang pemerintahan Negara.
2.
Demokrasi Sebagai
Bentuk Pemerintah
Secara klasik,
pembagian bentuk pemerintahan menurut plato dibedakan menjadi:
a.
Monarki, yaitu
suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin
tertinggi dan dijadikan untuk kepentingan rakyat banyak.
b.
Tirani, yaitu
suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin
tertinggi dan dijadikan untuk kepentingan pritar.
c.
Aristokrasi,
yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh se-kelompok orang yang
memimpin dan dijadikan untuk kepentingan rakyat bannyak.
d.
Oligarki,
yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok dan dijadikan
untuk kelompok itu sendiri.
e.
Demokrasi,
yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk
kepentingan rakyat banyak.
f.
Mobokrasi/okhlokrasi,
yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat tetapi rakyat yang tidak
tahu apa-apa, rakyat yang tidak berpendidikan, dan rakyat yang tidak paham
tentang pemerintahan, yeang akhirnya pemerintahan yang dijalankan tidak
berhasil untuk kepentingan rakyat banyak.
Bentuk pemerintahan monarki, aristokrasi dan
demokrasi dikatakan sebagai bentuk pemerintahan yang baik, sedangkan bentuk
tirani, oligarki dan mobokrasi adalah bentuk yang buruk dari pemerintahan.
Adapun bentuk pemerintahan yang dianut atau
diterima adalah bentuk pemerintahan modern menurut nicollo Machiavelli:
a.
Monarki adalah
bentuk pemerintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin Negara umumnya bergelar
raja, ratu, kaisar atau sultan.
b.
Republic
adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seoranng presiden atau perdana
menteri.
3.
Demokrasi Sebagai
System Politik
Beberapa ahli telah mendefinisikan demokrasi
sebagi system politik:
a.
Hendry B. Mayor
Menyatakan demokrasi
sebagai system politik merupakan sustu system yang menunjukkan bahwa kebijakan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan yang berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik.
b.
Samuel
Huntington
Menyatakan
bahwa system politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif
yang paling kuat dalam system itu dipilih melalui pemilihan yang adil, jujur,
dan berkala dan didalam system itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh
suara dan hamper semua penduduk dewasa berhak memberikan suara.
System politik
dewasa ini dibedakan menjadi dua yaitu: system politik demokrasi dan system
politik non demokrasi. Termasuk system
politik non demokrasi adalah system politik otoriter, totaliter, system
dictator, rezim militer, rezim satu partai, monarki absolut, dan system
komunis. System politik (pemerintahan) demokrasi adalah system pemerintahan
dalam suatu Negara yang menjalankan prinsip-prinsip demokrasi.
4.
Demokrasi Sebagai
Sikap Hidup
Perkembangan baru
menunjukkan bahwa demokrasi tidak dipahami sebagai sikap hidup atau pandangan
hidup demokratis. Demokrasi membutuhkan usaha nyata dari setiap warga maupun
penyelenggara Negara untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga mendukung
pemerintahan atau system politik demokrasi. Perilaku yang mendukung tersebut
tentu saja merupakan perilaku yang demokkratis.
Membangun sikap hidup demokrasi penting, artinya sebelum membentuk system
demokrasi, apalagi jika belum ada kesepakatan tentang system demokrasi yang
ingin dibangun. Sikap demokrasi akan memberikan landasan bagi cara berpikir,
sehingga bila tidak dijalankan, pembangunan demokrasi hanya akan menjadi mimpi.
Selain itu untuk melahirkan sikap demokrasi perlu adanya pengorbanan atau
kesakitan yang harus dialami. Mau atau tidak mau, ada sesuatu yang harus
ditanggung demi tercapainya suatu demokrasi. Sikap demokrasi akan menjadikan
cara berpikir seseorang bias bersikap saling terbuka dan saling memahami.
Maka untuk tercapainya demokrasi itu perlu adanya sikap demokrasi sebagai
berikut:
a. Membiasakan
untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hokum yang berlaku.
b. Membiasakan
bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani.
c. Membiasakan
untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah.
d. Membiasakan
mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan atau anarkis.
e. Membiasakan
untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis.
f. Selalu
menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah.
g. Selalu
mempertanggung jawabkan hasil keputusan musyawarah baik kepada tuhan,
masyarakat, bangsa dan Negara.
h. Menggunakan
kebebasan dengan penuh tanggung jawab.
i.
Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun.
B.
Demokrasi
menurut pandangan islam
Banyak kalangan non muslim yang menilai bahwa
tidak terdapat konflik antara islam dan demokrasi dan mereka ingin melihat
dunia islam dapat membawa perubahan dan transformasi menuju demokrasi. Robin
wrinnght, pakar timur tengah dan dumia islam yang cukup terkenal menulis di journal
of democracy (1996) bahwa islam dan budaya islam bukanlah penghalang bagi
terjadinya modernitas politik.
Dalam menjelaskan sejumlah miskonsepsi umum
dibarat, graham E. Fuller menulis di jurnal foreign affairs: “kebanyakan peneliti barat cenderung untuk melihat
fenomena politik islam seakan-akan ia sebuah kupu-kupu dalam kotak koleksi,
ditangkap dan disimpan selamanya, atau seperti seperangkat teks baku yang
mengatur sebuah jalan tunggal. Inilah mengapa sejumlah sarjana yang mengkaj
literature utama islam mengklaim bahwa islam tidak kompatibel dengan demokrasi.
Seakan-akan ada agama lain yang secara literal membahas demokrasi”.
Banyak kalangan
sarjana islam yang kembali menggkaji akar dan khazanah islam dan secara
meyakinkan berkesimpulan bahwa islam dan demokrasi tidak hanya compatible.
Sebaliknya, asosiasi keduanya tak terhindarkan, karena system politik islam
adalah berdasarkan pada syura (musyawarah). Khaled abu al-fadl, ziauddin
sardar, rachid ghannoshi, hasan turabi, khurshid ahmad, fathi Osman dan syaikh
yusuf qardawi serta sejumlah intelektual dan sarjana islam lain yang bersusah
payah berusaha mencari titik temu antara dunia islam dan barat menuju saling
pemgertian yang lebih baik berkenaan dengan hubungan antara islam dan
demokrasi.
Realitasnya
adalah bahwa islam tidak hanya selaras dengan aspek-aspek definisi atau
gambaran demokrasi diatas, tetapi yang lebih penting lagi, aspek-aspek tersebut
sangan esensial bagi islam.
Sebagai produk
yang lahir dari Rahim peradaban islam, piagam dunia diakui sebagai bentuk
perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat madinah yang
plural, adil dan berkeadaban.
Secara
terminology islam berarti penundukan diri sepenuhnya (secara total) setiap
makhluk allah swt (terutama manusia) terhadap kehendak dan ketetapan allah swt,
yaitu: sunnatullah bagi seluruh makhluk ciptaan allah swt dan syari`at bagi
manusia.[5]
Apabila kkta dapat melepaskan diri dari ikatan
label dan semantic, maka akan kita dapatkan bahwa pemerintahan islam, apabila
disaring dari semua aspek yang korelatif, memiliki setdaknya tiga unsur pokok,
yang berdasarkan pada petunjuk visi nabi saw dan empat khalifaj sesudahnya (khulafa
al-rasyidin) antara lain:
1.
Konstitusional
Pemerintah
islam esensinya merupakan sebuah pemerintahan yang “konstitusional”, dimana
konstitusi mewakili kesepakatan rakyat (the government) untuk diatur
oleh sebuah kerangka hak dan kewajiban
yang ditentukan dan disepakati. Bagi muslim, sumber konstitusi adalah
al-qur`an, sunnah dan lain-lain yang dianggap relevan, efektif dan tidak
bertentangan dengan al-qur`an dan sunnah. Tidak ada otoritas kecuali rakyat
yang memiliki hak untuk membuang atau mengubah konstitusi.
Dengan
demikian, pemerintah islam tidak dapat berbentuk pemerintahan otokratik,
monarki atau militer. System pemerintahan semacam itu adalah pada dasarnya
egalitarian, dan egalitarianism merupakan salah satu ciri tipikal islam. Secara
luas diakui bahwa awal pemerintahan islam di madinah adalah berdasarkan
kerangka fondasi konstitusional dan pluralistic yang juga melibatkan
non-muslim.
2.
Partisipatoris
System politik
islam adalah partisipatoris dari pembetukan struktuk pemerintahan institusional
sampai tahap implementasinya, system ini bersifat partisipatoris. Ini berarti
bahwa kepemimpinan dan kabijakan akan dilakukan dengan basis partisipasi rakyat
secara penuh melalui proses pemilihan popular. Umat islam dapat memanfaatkan
kreativitas mereka dengan berdasarkan petunjuk islam dan presiden sebelumnya
untuk melambangkan dan memperbaiki proses-proses itu. Aspek partisipatoris
disebut proses syura dalam islam.
3.
Akuntabilitas
Poin ini
menjadi akibat wajar esensial bagi system konstitusional / partisipatoris.
Kepemimpinan dan pemegang otoritas bertanggung jawab pada rakyat dalam kerangka
islam. Kerangka islam disini bermakna bahwa semua umat islam secara teologis
bertanggung jawab pada allahdan wahyunya. Sementara dalam tataran praktis
akuntabilitas berkaitan dengan rakyat. Oleh karena itu, khalifah sebagai kepala
Negara bertanggung jawab dan berfungsi sebagai khalifah al-rasul (representative
rasul) dan khalifah al-muslimin (respesentatif umat islam) sekaligus.
Poin ini
memerlukan kajian lebih lanjut karena adanya mispersepsi tentang kedaulatan (sovereignty):
bahwa kedaulatan islam adalah milik tuhan (teokrasi) sedangkan kedaulatan dalam
demokrasi adalah milik rakyat. Memang, Anggapan atau interprestasi ini jelas
naïf dan salah. Memang, tuhan merupakandan tanggung jawab pada umat manusia
didunia.
Tuhan
memutuskan untuk tidak berfungsi sebagai yang berdaulat di dunia. Dia telah menganugrahi
menusia dengan wahyu dan petunjuk esensial. Umat islam di harapkan untuk
membentuk diri dan beperilaku secara individual dan kolektif. Menurut petunjuk
itu, sekalipun esensi-nya petunjuk ini berdasarkan pada wahyu, tetapi interpretasi
dan implementasinya adalah profane.
Apakah akan
memilih jalan ke surga atau neraka adalah murni keputusan manusia. Apakah akan
memilih islam atau keyakinan lain juga keputusan manusiawi. Apakah akan memilih
untuk mengorganisir kehidupan kita berdasarkan pada islam atau tidak juga
terserah kita. Begitu juga, apakahh umat islam hendak memilih bentuk
pemerintahan islam atau sekuler. Tidak ada paksaan dalam agama.
Apabila ada
konflik antara masyarakat dan pemimpin, seperti mayoritas masyarakat tidak
menginginkan system islam, maka kalangan pimpinan tidak dapat memaksakan
sesuatu yang tidak dekehendaki oleh masyarakat. Tidak ada paksaan atau tekanan
dalam islam. Karena tekanan dan paksaan akan menghasilkan hasil yang di
inginkan dan fondasi islam tidak dapat di dasrkan padapaksaan dan tekanan.
Pada karakter
fundamental yang didasarkan pada poin-poin diatas, tidak ada konflik antara
demokrasi dan system politik islam, kecuali bahwa dalam system politik islam
orang tidak dapat mengnklaim dirinya islami apabila tindak tanduknya
bertentangan dengan islam. Itulah mengapa umat islam hendaknya tidak menganggap
demokrasi dalam artian umum bertentangan dengan islam. Sebaliknya, umat harus
menyambut system demokrasi. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Fathi Osman, salah
satu intelektual muslim kontemporer terkemuka, “demokrasi merupakan aplikasi
terbaik dari syura”.
C.
Penerapan
Demokrasi Dalam Islam
Sama halnya dengan Negara pada umumnya,
pemerintahan islam juga dibantu oleh para menteri, gubernur, pegawai kantor dan
juga hakm. Sebagai pembantu kepala Negara mereka juga dibebani tugas dan
tanggung jawab seperti: menjaga keamanan dalam negeri, membela Negara,
melindungi agama dan juga dakwah islam, menegakkan keadilan, menghukum orang
yang berbuat kejahatan serta melanggar hak-hak \ allah swt dan manusia.
Tugas-tugas yang diemban oleh kepala Negara ada sepuluh hal, yaitu sebagai
berikut:[6]
1.
Menjaga agama
agar tetap berada diatas pokok-pokok yang konstan dan sesuai pemahaman yang
tidak disepakati oleh generasi salaf umat islam.
2.
Menjalankan
hokum-hukum bagi pihak yang bertikai dan memutuskan permusuhan antara pihak
yang berselisih, sehingga keadilan dapat dirasakan oleh semua orang.
3.
Menjaga
keamanan masyarakat sehingga manusia dapat hidup tenang dan berpergian dengan
aman tanpa takut mengalami penipuan dan ancaman atas diri dan hartanya.
4.
Menjalankan
hokum had sehingga manusia dapat hidup tenang dan berpergian dengan aman tanpa
takut mengalami penipuan dan ancaman atas diri dan hartanya.
5.
Menjaga
pembatasan Negara dengan perangkat yang memadai dan kekuatan yang dapat
mempertahankan Negara sehingga musuh-musuh tidak dapat menembus pertahanannya
serta tidak dapat mencelakakan kaum muslimin atau kalangan kafir mu`ahad (kafir
yang diikat janjinya).
6.
Berjihad
melawan pihak yang menentang islam setelah disampaikan dakwah kepadanya hingga
ia masuk islam dalam jaminan islam atau dzimmah.
7.
Menarik fa`I
dan memungut zakat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat
islam secara jelas dalam nash dan ijtihad.
8.
Menentukan
gaji dan besarnya atha` (pemberian) kepada rakyat dan pihak yang mempunyai
bagian dari baitul maal, tanpa berlebihan atau kekurangan dan memberikan pada
waktu, tidak lebih dahulu dari waktunya dan tidak pula menundanya hingga lewat
dari waktunya.
9.
Mengangkat
pejabat-pejabat yang terpercaya dan mengangkat orang-orang yang berkompeten
untuk membantunya dalam menunaikan amanah dan wewenang yang ia pegang dan
mengatur harga yang berada dibawah wewenangnya, sehingga tugas-tugas dapat
dikerjakan dengan sempurna dan harta Negara dapat terjaga dalam pengaturan
orang-orang terpercaya.
10.
Agar ia
melakukan sendiri inspeksi atas pekerjaan para pembantunya dan meneliti proyek
sehingga ia dapat melakukan kebijakan politik umat dengan baik dan menjaga
Negara.
Perkembangan islam pada zaman nabi Muhammad
saw dan para sahabat mengalami masa keemasan, dimana hal itu bisa kita lihat
bagaimana kemurnian islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan factor utamanya
yaitu rasulullah saw.[7]
Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman
sepeninggal rasulullah saw, estafet kepemimpinan islam berada ditangan para
sahabat, terkhusus pada zaman khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan
sebutan khulafaur rasyidin, islam berkembang dengan pesat dimana hamper 2/3
bumi yang kita huni ini hamper dipegang dan dikendalikan oleh islam. Hal itu
tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam
mempertahankan dan jjuga dalam menyebarkan islam sebagai agama tauhid yang
diridhoi.
Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai
kepala Negara digantikan abu bakar yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh
sahabat, selanjutnya disebut khalifah. System pemerintahannya disebut
“khalifah”. System khalifah ini berlangsung hingga kepemimpinan berada dibawah
kekuasaan khalifah terakhir, ali bin abi thalib “karramah allahu wajhahu”.
Kata khalifah diturunkan dari kata kalafa yang
berarti seseorang yang menggantikan orang lain sebagai penggantinya. Kata
khalifah bisa mempunyai arti sekunder atau arti bebas, yaitu pemerintahan.[8]
Maksudnya pemerintahan pengganti nabi Muhammad saw dalam menjalankan roda
pemerintahan Negara islam.
Khilafah merupakan pemerintahan islam yang
tidak dibatasi oleh territorial, ia meliputi berbagai suku dan bangsa. Ikatan
yang mempersatukan kekhalifahan ini adalah islam sebagai agama. Pada intinya
khilafah merupakan kepemimpinan umum yang mengurusi masalah agama dan Negara
sebagai pelanjut masa kepemimpinan rasulullah saw.
Nabi tidak meninggalkan pesan bagaiman acara
memilih penggantinya sebagai kepala Negara setelah beliau wafat, hanya terserah
kepadah jamaah kaum muslimin. Hanya nebi telah menggariskan satu prinsip: al-amru
syura bainahum, segala urusan harus dimusyawarahkan diantara kaum muslimin.
Dalam khutbah wida menjelang rasul akan
wafat, beliau telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi segala urusan Negara,
yaitu:[9]
1.
Persaudaraan
islam, persamaan derajat dan permusyawaratan
2.
Jaminan
kehormatan jiwa, harta dan kehormatan pribadi manusia
3.
Kewajiban
memelihara dan menunaikan amanah
4.
Keharusan
membersihkan modal usaha daripada noda riba
5.
Penetapan hak
dan kewajiban timbal balik bagi suami istri
Kedaulatan mutlak dan keesaan tuhan yang
terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung dalam konsep
khalifah memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan belakangan ini
mengembanngkan teori politik tertentu yang dianggap demokratis.
Didalamnya tercakup definisi khusus dan
pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat, mannusia
dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintahan.
Demokrasi islam dianggap sebagai system yang
mengukuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah
(syura), persetujuan (ijma`) dan penilaian interpretative yang mandiri
(ijtihad).
Musyawarah, consensus dan ijtihad merupakan
konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam
kerangka keesaan tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifahnya.
Jabatan khalifah merupakan keputusan politik
yang dihasilkan dalam pertemuan safiqah bani saidah. Sebuah keputusan bersifat
politis apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai
keseluruhan.[10]
Meskkipun istilah-istilah ini banyak
diperdebatkan maknanya, namun llepas dari ramainya perdebatan maknanya didunia
islam, istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami
hubungan antara islam dan demokrasi didunia kontemporer.
D.
Pemahaman dan
sikap pemikir islam terhadap demokrasi barat
Pembahasan islam tentang
demokrasi akan diawali dengan filsafat politik islam itu sendiri, karena
pemahaman tentang filsafat politik islam ini akan mempengaruhi terhadap konsep
demokrasi.
Menurut al-maududi, filsafat
politik islam berpijak dari iman tehadap
keesaan dan kekuasaan allah SWT yang merupakan landasan system social dan moral
yang telah ditanamkan oleh para rosul. Kedaulatan hanya ada ditangan allah SWT,
yang menguasai segala yang ada di jagad raya ini. Dia sendiri yang merupakan
pemberi hokum. Tidak seorangpun, sekalipun ia merupakan rasul yang berhak
memerintah orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan kehendaknya
sendiri. Karena dalam ini rasul pun merupakan subjek dari perintah-perintah
tuhan. Seperti dalam firman allah yang artinya: ”barang siapa yang menegakkan
dan memutuskan suatu masalah tidak berdasarkan apa ynag telah diwahyukan allah
SWT, maka mereka ini termasuk orang-orang kafir”. (QS. 5:44)
Dengan pemahaman seperti ini
tampaknya semakin memperjels bahwa islam ditinjau dari segi filsafat politik
merupakan antithesis dari demokrais barat. Dimana yang kita ketahui bahwa
landasan filosofis demokrasi barat adalah kedaulatan rakyat, yang didalamnya
jenis kekuasaan mutlak legislasi mengisi penentuan nilai-nilai serta norm-norma
pelaku berada ditangan rakyat. Dalam hal ini rakyat adalah pemegang kekuasaan
tertinggi, apapun yang dikehendaki rakyat maka hal itulah yang akan terjadi.
Pembuatan undang-undang
merupakan hak prerogative mereka dan legislasi harus sejalan dengan mood
ataupun dengan suasana hati dari pandangan mereka. Jika sebagian legislasi
khusus diinginkan oleh sebagian masyarakat maka apaun yang di inginkan oleh
rakyat mesti dituruti walaupun jika di tinjau dari segi moral dan nilai-nilai
keagamaan sangat bertentanngan maka mau tidak mau apa yang diinginkan
masyarakat haruslah dimasukkan ke dalam undang-undang yang nantinya akan
disahkan dan akan berlaku di masyarakat tersebut.
Dalam hal ini jalaluddin
rahmat menjelaskan bahwa demokrasi yang seperti ini maksudnya demokrasi yang
dari barat merupakan demokrasi yang sekuler dan ambigu. Oleh karena itu
sebagian pemikir muslim menolak demokrasi barat.
Sikap kaum muslim bukan
islam terhadap demokrasi menjadi sentral penting yang penuh dengan kkeracunan,
karena mereka memikul beban sejarah yang sangat berat, dan masa lalu ini sangat
berperan besar dalam melahirkan berbagai keraguan dan kebimbangan, bahkan
mungkin penolakan dan tuduhan juga.
Islam dan demokrasi baik
secara teori maupun secara praktis, masih menjadi persoalan yang kontroversial
dikalangan pemikir muslim. Paling tidak ada 3 kelompok atau pandangan pemikiran
para teoritis dan praktisi politik islam terhadap demokrasi, sesuai dan di
dasarkan pada paradigm dan argumentasi teologisnya, yang berkembang di dunia
islam.
1. Kelompok dan
pandangan islam konservatif, yang juga bisa disebut “blog kontra”. Mereka
merupakan kelompok yang secara terang-terangan menolak adanya hubungan apalagi
keterpaduan antara islam dan demokrasi yang merupakan produk pemikiran politik
barat. Di dalam islam tidak ada tempat yang layak bagi demokrasi. Begitu juga
demokrasi yang tidak pantas disandingkan atau dimasukkan ke ruang islam. Antar
keduannya memiliki dan menempati dunianya masing-masing. Ada pemisahan yang
jelas antara islam dan demokrasi. Pemikir-pemikir yang konservatif ini
diantaranya yaitu: syaikh fadhallah, sayyid quthb dll.
2. Kelompok dan
pandangan islam liberal, yang juga biasa disebut dengan “blok pro”. Mereka
mengemukakan bahwa antara islam dan demokrasi memiliki keterkaitan yang erat
dan berdampingan. Mereka menerima demokrasi sebagai sesuatu yang universal,
yang bias hidup dan berkembang di Negara-negara dunia muslim. Demokrasi dapat
disandingkan dengan islam. Antara demokrasi dan islam tidak ada persoalan yang
krusial yang perlu diperdebatkan karena di dalam keduanya memiliki kesamaan.
Dalam kelompok ini pemikir-pemikirnya antara lain: Muhammad abduh, rasyid ridha
dll.
3. Kelompok dan
pandangan islam moderat, biasa disebut dengan “non-blok”. Pendapat kelompok ini
tidak memihak ke salah satu kelompok, baik konta maupun pro. Mereka berusaha
dan berupaya berdiri ditengah-tengah kedua kelompok tersebut. Kelompok ini
mencoba mencari titik temu pendapat antara kedua kelompok yang ada, mencari
jalan tengahnya yaitu dengan mengemukakan adanya persamaan dan perbedaan antara
islam dan demokrasi. Sedangkan pemikiran-pemikiran kelompok ini antara lain:
abu a`la al-maududi, Muhammad iqbal dll.
E. Persamaan dan
perbedaan islam dan demokrasi
Drs. Dhiyauddin rais
mengatakan, ada beberapa persamaam yang mempertemukan islam dan demokrasi.
Namun, perbedaannya lebih banyak.
1. Persamaannya:
a. Jika demokrasi
diartikan sebagai system yang di ikuti asas pemisahan kekuasaan, itupun sudah
ada didalam islam. Kekuasaan legislative sebagai system terpenting dalam system
demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan terpisah dari
kekuasaan imam atau presiden. Pembuatan undang-undang dan hokum didasarkan pada
al-qur`an dan hadist, ijma` atau ijtihad. Dengan demikian, pembuatan UU
terpisah dari imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari imam. Adapun imam
harus mentaatinya dan terikat UU. Pada akhirnya, imamah (kepemimpinan) ada di
kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan independen karena pengambilan
keputusan tidak boleh didasarkan pendapat atau keputusan penguasa atau
presiden, melainkan berdasarkan pada hukkum-hukum syariat atau perintah allah swt.
b. Demokrasi seperti
Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat pengertian itu pun ada didalam
system Negara islam dengan pengecualian bahwa rakyat harus memahami islam
secara komprehensif.
c. Demokrasi adalah
adanya dasar-dasar politik atau social tertentu (misalnya, asas persamaan di
hadapan undang-undang, kebebasan berfikir dan berkeyakinan, seperti hak hidup
dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam islam.
2. Perbedaan islam
dan demokrasi
a. Demokrasi yang
sudah popular di barat, definisi bangsa atau umat di batasi batas wilayah,
iklim, daerah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang mengkristal. Dengan kata
lain, demokrasi selalu diiringi pemikirannasionalisme ataurasialisme yang
diiringi tendensi fanatisme. Adapun menurut islam, umat tidak terikat batas
wilayah atau batas lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam islam adalah ikatan
aqidah, pemikiran dan perasaan. Siapapun yang mengikuti islam, ia masuk salah
satu Negara islam terlepas dari jenis, warna kulit, Negara, bahasa atau batasan
lain. Dengan demikian, pandangan islam sangat manusiawi dan bersifat
internasional.
b. Tujuan-tujuan
demokrasi modern barat atau demokrasi yang pada tiap masa adalah tujuan-tujuan
yang bersifat duniawi dan material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk
kesejahteraan umat (rakyat) atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia
yang ditempuh melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun
demokrasi islam selain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi (materi) mempunyai
tujuan spiritual yang lebih utama dan fundamental.
c. Kedaulatan umat
(rakyat) menurut demokrasi barat adalah sebuah kemutlakan. Jadi, rakyat adalah
pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kedzaliman atau
kemaksiatannya. Manun dalam islam, kedaulatan rakyat tidka mutlak, melainkan
terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat
bertindak melebihi batasan-batasan syariat, al-qur`an dan as-sunnah tanpa
mendapat sanksi.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam pembahasan diatas dapat dipahami bahwa demokrasi dari sudut
bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos
berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan
atau kekuasaan. Berarti secara bahasa demis-cratein atau demos-cratos
bererti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Adapun secara istilah
(terminologis) adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat
keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil
yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu
proses pemilihan yang bebas atau suatu system pemerintahan dalam Negara yang
mana mayoritas anggota dari masyarakat politik ikut serta atas dasar system
perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah mempertanggung jawabkan
tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
Menurut pandangan islam, banyakkalangan sarjaa islam yang kembali
mengkaji akar dan khazanah islam dan secara meyakinkan berkesimpulan bahwa
islam dan demokras tidak hanya compatible; sebaliknya, asosiasi keduanya tak
terhindarkan, karena sisitem politik islam adalah berdasarkan pada syura
(musyawarah). Islam mempunyai tiga unsur pokok yang berdasarkan pada petunjuk
visi alqur`an, nabi Muhammad saw dan empat khalifah sesudahnya (khulafa
ar-rasyidin) antara lain, pertana, konstitusional kedua.
Partisipatoris ketiga, akuntabilitas. Sama halnya dengan Negara pada
umumnya, pemerintahan islam juga dibantu oleh para menteri, gubernur, pegawai
kantor dan juga hakim. Sebagai pembantu kepala Negara, mereka juga dibebani
tugas dan tanggung jawab seperti: menjaga keamanan dalam negeri, membela
Negara, melindungi agama dan juga dakwah islam, menegakkan keadilan, menghukum
orang yang berbuat kejahatan serta melanggar hak-hak allah swt dan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Suseno, Frans Margin. 1998. etika
politik prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern. Jakarta: PT.
Gramedia.
Hasjym, A.
1995. Sejarah kebudayaan islam. Jakarta: Bulan Bintang
Khalid, Muhammad. 1981. Karakteristik
perihidup enam puluh sahabat rasulullah. Bandung: CV. Diponegoro.
J. Suyuti pulungan. 1994. Fiqih siyasah,
ajaran-ajaran dan pemikiran. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.
Mujar, ibnu syarif, khammami zada. Fiqih siyasah
dan pemikiran politik islam. Jakarta: Erlangga.
Shapiro, ian.
2006. Asas moral dan politik. Jakarta: freedom institute.
Santoso, nandang mulya. 2009. Tanya jawab
system politik (political system). Bandung: Amico.
azra, azyumardi. 2003. Demokrasi, hak asasi
manusia & masyarakat madani. Jakarta: ICCE UIN syarif hidayatullah.
[1] Nandang Mulya Santosa, Tanya Jawab Sistem Politik (political
system), (Bandung: Armico, 2009), hal: 10
[2] Asep Sahid Getara, Pendidikn Kewarganegaraan, (Bandung:
Fokus Media, 2005), hal: 120
[3] Ian Shapiro, Asas Moral dalam Politik, (Bogor: yayasan obor
Indonesia, 2006), hal: 206
[4] Ibid. hal: 208
[5] H. M Tahir Azhary, Hukum Islam Dalam Era Pasca Modernisme, (Jakarta:
bina mandiri perss), 1994, hal: 316
[6] Mujar ibnu syarif dan khamami zada, fiqih siyasah, doktrin dan
pemikiran politik islam, hal: 64
[7] Khalid Muhammad Khalid, karakteristik perihidup enam puluh
sahabat rasulullah, Bandung: cv. Diponegoro, hal: 20
[8] J. suyuthi palunngan, fiqih siyasah, ajaran-ajaran dan
pemikiran, (Jakarta: PT. raja grafindo), 1994, hal: 43
[9] A. hasjmy, sejarah kebudayaan islam, (Jakarta,: bulan bintang,
1985), hal: 62
[10] Frans magnis suseno, etika politik, prinsip-prinsip moral dasar
kenegaraan modern, (Jakarta: PT. Gramedia, 1998), hal: 20
Betway Casino review | CasinoGrounds
BalasHapusThe Betway mobile casino was established in the late 19th 경산 출장샵 century by the well-established casino brand, 서울특별 출장샵 Betway, in Betway's business. The brand 영주 출장마사지 has been around 경주 출장안마 for 광양 출장샵 a