Jumat, 18 Maret 2016

demokrasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Demokrasi sesungguhnya bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat diseluruh dunia, isu berkaitan dengan demokrasi telah menjadi isu global, disetiap tingkatan jenjang pendidikan terutama bagi Negara Indonesia selalu memuat materi berkaitan dengan demokrasi, dengan tujuan memberikan pemahaman sedini mungkin bagi masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan demokrasi dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun yang disayangkan oleh penulis dalam hal ini ialah minimnya literature mengenai konsep dan praktek demokrasi dalam islam, kita hanya menemukan konsep demokrasi barat.
Dalam pandangan islam, allah swt berada pada posisi sentral (theocentric) dalam segala urusan, menjadi sumber dari semua sumber, sedangkan madzhab barat yang pemikirannya selalu menempatkan manusia pada posisi sentral (anthropocentric), bahkan lebih kadang lebih sempit lagi menempatkan bangsa barat dalam posisi sentral (ethnocentric).
Barat telah menjadi rujukan bagi persoalan demokrasi, Negara-negara imperialis barat sangat berperan dalam mengglobalkan pandangan dan pemahaman tentang demokrasi. Barat berupaya memaksakan nilai-nila dan pandangan-pandangan hidupnya melalui metode penjajahan pemikiran, hegemoni dan ketergantungan materi (ekonomi) dalam berbagai aspek kehidupan. Sebuah Negara baru akan dianggap sebagai Negara yang demokrasi jika berdasarkan hokum yang senyatanya dibuat oleh manusia.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan masyarakat islam, berbagai pemahaman mengenai demokrasi menjadi sangat menonjol seiring dengan mulai memudarnya bahkan mulai lenyap pemahaman-pemahaman demokrasi yang sesuai dengan islam.
Bukankah allah swt memuliakan manusia, hal ini dapat kita buktikan dengan diangkatnya manusia sebagai khalifah fil al-ardi. Sebuah pemahaman yang kokoh, tegak diatas landasan aqidah yang diyakini oleh manusia, dan yang mengatur hak-hak manusia secara menyeluruh, bersifat universal.
UNESCO pada tahun 1949 menyatakan demokrasi sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua system organisasi politik dan social yang diperjuangkan oleh para pendukungnya yang beroengaruh. Sebagai konsekuensi dari pemahaman demokrasi secara global yang dipropagandakan oleh barat, hamper semua Negara didunia meyakini demokrasi sebagi tolak ukur yang tak terbantahkan dari keabsahan politik. Keyakinan bahwa kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya system politik demokrasi.
Hal ini menunjukkan bahwa rakyat diletakkan pada posisi penting walaupun secara operasional implikasinya diberbagai Negara tidak selalu sama. Tidak ada Negara yang ingin dikatakan sebagai Negara yang tidak demokratis atau Negara yang otoriter. Maka dengan penjelasan diatas, penulis memberikan judul makalah ini konsep demokrasi dalam pandangan islam dan barat.
2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana demokrasi menurut barat?
2.      Bagaimana demokrasi menurut islam?
3.      Bagaimana penerapan demokrasi dalam islam?
4.      Bagaimana pemahaman dan sikap pemikir islam terhadap demokrasi barat?
5.      Bagaimana persamaan dan perbedaan islam dan demokrasi?
3.      Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui demokrasi menurut barat.
2.      Untuk mengetahui demokrasi menurut islam.
3.      Untuk mengetahui penerapan demokrasi dalam islam.
4.      Untuk mengetahui pemahaman dan sikap pemikir islam terhadap demokrasi barat.
5.      Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan islam dan demokrasi.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Demokrasi Menurut Pandangan Barat
1.      Pengertian Demokrasi
Dari sudut bahasa, demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.[1]
Menurut istilah, ada beberapa definisi tentang demokrasi:[2]
a.       Menurut harris soche
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintah itu melekat pada diri rakyat, diri oranng banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahannkan, dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
b.      Menurut international commissionfor jurist
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilh oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilhan yang bebas.
c.       Menurut C. F Strong
Suatu system pemerintahan dimana mayoritas anggota dewasa ini masyarakat politik ikut serta atas dasar system perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah mempertanggung jawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
d.      Menurut Merriam Webster dictionary
Demokrasi dapat didefinisikan sebagai “pemerintahan oleh rakyat, khususnya oleh mayoritas pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah system perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodic; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau prevelese berdasarkan keturunan atau kewenangan secara subtantif.
Ada satu pengertian mengenai demokrasi yang dianggap paling popular diantara pengertian yang ada. Pengertian tersebut dikemukakan pada tahun 1863 oleh Abraham Lincoln yang menngatakan  demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (govermennt of the people, by the people, and for the people).
Pemerintah dari rakyat berarti pemerintah Negara itu mendapat mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan Negara itu dijalankan oleh rakyat. Pemerintahan untuk rakyat berarti pemerintahan itu menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Prinsip utama dalam demokrasi ada dua macam (maswadi rauf, 1997) yaitu:
a.       Kebebasan/persamaan (freedom/equality)
kebebasan dan persamaan adalah pondasi demokrasi. Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai kemajuan dengan memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa adanya pembatasan dan penguasaan.
b.      Kedaulatan rakyat (people`s sovereignty)
Dengan konsep kedaulatan rakyat, pada hakikatnya kebijakan yang dibuat adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakya.
Demokrsai dalam hal praktek pelaksanaan-nya dapat dibagi menjadi 2, yaitu:[3]
a.       Demokrasi langsung atau direct democracy
b.      Demokrasi perwakilan atau indirect democracy
Dalam praktek ketatanegaraan penggunaan atau praktek demokrasi langsung direct democracy hanya pernah dilaksanakan pada masa yunani kuno dengan city state nya, system demokrasi langsung sekarang ini hampir tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan. Alasan demokrasi langsung sulit dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Tidak ada tempat yang menampung seluruh warga yang jumlahnya cukup banyak.
b.      Untuk melaksanakan musyawarah dengan baik dengan jumlah yang banyak sulit dilakukan.
c.       Hasil persetujuan secara bulat mufakat sulit tercapai, karena sulit tercapai, karena sulitnya memungut suara dari peserta yang hadir.
d.      Masalah yang dihadapi Negara semakin kompleks dan rumit sehingga membutuhkan orang-orang yang secara khusus berkecimpung dalam penyelesaian masalah tersebut.
Maka untuk menghindari kesulitan seperti diatas dan agar rakyat tetap memegang kedaulatan tertinggi, maka dipergunakan system perwakilan rakyat atau indirect democracy di bentuklah badan perwakilan rakyat. Badan inilah yang menjalankan demokrasi. Namun pada prinsipnya rakyat tetap merupakan pemegang kekuasaan tertinggi sehingga mulailah dikenal “demokrasi tidak langsung” atau “demokrasi perwakilan”.
Untuk Negara-negara modern penerapan demokrasi tidak langsung dilakukan kerena berbagai alasan, antara lain:[4]
a.       Penduduk yang selalu bertambah sehingga pelaksanaan musyawarah pada suatu tempat tidak dimungkinkan.
b.      Masalah yang dihadapi semakin kompleks karena kebutuhan dan tantangan hidup semakin  banyak.
c.       Setiap warga Negara memiliki kesibukan sendiri-sendiri didalam mengurus kehidupannya sehingga masalah pemerintahan cukup diserahkan pada orang yang berniat dan memiliki keahlian di bidang pemerintahan Negara.
2.      Demokrasi Sebagai Bentuk Pemerintah
Secara klasik, pembagian bentuk pemerintahan menurut plato dibedakan menjadi:
a.       Monarki, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijadikan untuk kepentingan rakyat banyak.
b.      Tirani, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijadikan untuk kepentingan pritar.
c.       Aristokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh se-kelompok orang yang memimpin dan dijadikan untuk kepentingan rakyat bannyak.
d.      Oligarki, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok dan dijadikan untuk kelompok itu sendiri.
e.       Demokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
f.       Mobokrasi/okhlokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat tetapi rakyat yang tidak tahu apa-apa, rakyat yang tidak berpendidikan, dan rakyat yang tidak paham tentang pemerintahan, yeang akhirnya pemerintahan yang dijalankan tidak berhasil untuk kepentingan rakyat banyak.
Bentuk pemerintahan monarki, aristokrasi dan demokrasi dikatakan sebagai bentuk pemerintahan yang baik, sedangkan bentuk tirani, oligarki dan mobokrasi adalah bentuk yang buruk dari pemerintahan.
Adapun bentuk pemerintahan yang dianut atau diterima adalah bentuk pemerintahan modern menurut nicollo Machiavelli:
a.       Monarki adalah bentuk pemerintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin Negara umumnya bergelar raja, ratu, kaisar atau sultan.
b.      Republic adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seoranng presiden atau perdana menteri.
3.      Demokrasi Sebagai System Politik
Beberapa ahli telah mendefinisikan demokrasi sebagi system politik:
a.       Hendry B. Mayor
Menyatakan demokrasi sebagai system politik merupakan sustu system yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan yang berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
b.      Samuel Huntington
Menyatakan bahwa system politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam system itu dipilih melalui pemilihan yang adil, jujur, dan berkala dan didalam system itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hamper semua penduduk dewasa berhak memberikan suara.
System politik dewasa ini dibedakan menjadi dua yaitu: system politik demokrasi dan system politik non demokrasi.  Termasuk system politik non demokrasi adalah system politik otoriter, totaliter, system dictator, rezim militer, rezim satu partai, monarki absolut, dan system komunis. System politik (pemerintahan) demokrasi adalah system pemerintahan dalam suatu Negara yang menjalankan prinsip-prinsip demokrasi.
4.      Demokrasi Sebagai Sikap Hidup
Perkembangan baru menunjukkan bahwa demokrasi tidak dipahami sebagai sikap hidup atau pandangan hidup demokratis. Demokrasi membutuhkan usaha nyata dari setiap warga maupun penyelenggara Negara untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga mendukung pemerintahan atau system politik demokrasi. Perilaku yang mendukung tersebut tentu saja merupakan perilaku yang demokkratis.
Membangun sikap hidup demokrasi penting, artinya sebelum membentuk system demokrasi, apalagi jika belum ada kesepakatan tentang system demokrasi yang ingin dibangun. Sikap demokrasi akan memberikan landasan bagi cara berpikir, sehingga bila tidak dijalankan, pembangunan demokrasi hanya akan menjadi mimpi. Selain itu untuk melahirkan sikap demokrasi perlu adanya pengorbanan atau kesakitan yang harus dialami. Mau atau tidak mau, ada sesuatu yang harus ditanggung demi tercapainya suatu demokrasi. Sikap demokrasi akan menjadikan cara berpikir seseorang bias bersikap saling terbuka dan saling memahami.
Maka untuk tercapainya demokrasi itu perlu adanya sikap demokrasi sebagai berikut:
a.       Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hokum yang berlaku.
b.      Membiasakan bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani.
c.       Membiasakan untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah.
d.      Membiasakan mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan atau anarkis.
e.       Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis.
f.       Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah.
g.      Selalu mempertanggung jawabkan hasil keputusan musyawarah baik kepada tuhan, masyarakat, bangsa dan Negara.
h.      Menggunakan kebebasan dengan penuh tanggung jawab.
i.        Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun.
B.     Demokrasi menurut pandangan islam
Banyak kalangan non muslim yang menilai bahwa tidak terdapat konflik antara islam dan demokrasi dan mereka ingin melihat dunia islam dapat membawa perubahan dan transformasi menuju demokrasi. Robin wrinnght, pakar timur tengah dan dumia islam yang cukup terkenal menulis di journal of democracy (1996) bahwa islam dan budaya islam bukanlah penghalang bagi terjadinya modernitas politik.
Dalam menjelaskan sejumlah miskonsepsi umum dibarat, graham E. Fuller menulis di jurnal foreign affairs: “kebanyakan peneliti barat cenderung untuk melihat fenomena politik islam seakan-akan ia sebuah kupu-kupu dalam kotak koleksi, ditangkap dan disimpan selamanya, atau seperti seperangkat teks baku yang mengatur sebuah jalan tunggal. Inilah mengapa sejumlah sarjana yang mengkaj literature utama islam mengklaim bahwa islam tidak kompatibel dengan demokrasi. Seakan-akan ada agama lain yang secara literal membahas demokrasi”.
Banyak kalangan sarjana islam yang kembali menggkaji akar dan khazanah islam dan secara meyakinkan berkesimpulan bahwa islam dan demokrasi tidak hanya compatible. Sebaliknya, asosiasi keduanya tak terhindarkan, karena system politik islam adalah berdasarkan pada syura (musyawarah). Khaled abu al-fadl, ziauddin sardar, rachid ghannoshi, hasan turabi, khurshid ahmad, fathi Osman dan syaikh yusuf qardawi serta sejumlah intelektual dan sarjana islam lain yang bersusah payah berusaha mencari titik temu antara dunia islam dan barat menuju saling pemgertian yang lebih baik berkenaan dengan hubungan antara islam dan demokrasi.
Realitasnya adalah bahwa islam tidak hanya selaras dengan aspek-aspek definisi atau gambaran demokrasi diatas, tetapi yang lebih penting lagi, aspek-aspek tersebut sangan esensial bagi islam.
Sebagai produk yang lahir dari Rahim peradaban islam, piagam dunia diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat madinah yang plural, adil dan berkeadaban.
Secara terminology islam berarti penundukan diri sepenuhnya (secara total) setiap makhluk allah swt (terutama manusia) terhadap kehendak dan ketetapan allah swt, yaitu: sunnatullah bagi seluruh makhluk ciptaan allah swt dan syari`at bagi manusia.[5]
Apabila kkta dapat melepaskan diri dari ikatan label dan semantic, maka akan kita dapatkan bahwa pemerintahan islam, apabila disaring dari semua aspek yang korelatif, memiliki setdaknya tiga unsur pokok, yang berdasarkan pada petunjuk visi nabi saw dan empat khalifaj sesudahnya (khulafa al-rasyidin) antara lain:
1.      Konstitusional
Pemerintah islam esensinya merupakan sebuah pemerintahan yang “konstitusional”, dimana konstitusi mewakili kesepakatan rakyat (the government) untuk diatur oleh  sebuah kerangka hak dan kewajiban yang ditentukan dan disepakati. Bagi muslim, sumber konstitusi adalah al-qur`an, sunnah dan lain-lain yang dianggap relevan, efektif dan tidak bertentangan dengan al-qur`an dan sunnah. Tidak ada otoritas kecuali rakyat yang memiliki hak untuk membuang atau mengubah konstitusi.
Dengan demikian, pemerintah islam tidak dapat berbentuk pemerintahan otokratik, monarki atau militer. System pemerintahan semacam itu adalah pada dasarnya egalitarian, dan egalitarianism merupakan salah satu ciri tipikal islam. Secara luas diakui bahwa awal pemerintahan islam di madinah adalah berdasarkan kerangka fondasi konstitusional dan pluralistic yang juga melibatkan non-muslim.
2.      Partisipatoris
System politik islam adalah partisipatoris dari pembetukan struktuk pemerintahan institusional sampai tahap implementasinya, system ini bersifat partisipatoris. Ini berarti bahwa kepemimpinan dan kabijakan akan dilakukan dengan basis partisipasi rakyat secara penuh melalui proses pemilihan popular. Umat islam dapat memanfaatkan kreativitas mereka dengan berdasarkan petunjuk islam dan presiden sebelumnya untuk melambangkan dan memperbaiki proses-proses itu. Aspek partisipatoris disebut proses syura dalam islam.
3.      Akuntabilitas
Poin ini menjadi akibat wajar esensial bagi system konstitusional / partisipatoris. Kepemimpinan dan pemegang otoritas bertanggung jawab pada rakyat dalam kerangka islam. Kerangka islam disini bermakna bahwa semua umat islam secara teologis bertanggung jawab pada allahdan wahyunya. Sementara dalam tataran praktis akuntabilitas berkaitan dengan rakyat. Oleh karena itu, khalifah sebagai kepala Negara bertanggung jawab dan berfungsi sebagai khalifah al-rasul (representative rasul) dan khalifah al-muslimin (respesentatif umat islam) sekaligus.
Poin ini memerlukan kajian lebih lanjut karena adanya mispersepsi tentang kedaulatan (sovereignty): bahwa kedaulatan islam adalah milik tuhan (teokrasi) sedangkan kedaulatan dalam demokrasi adalah milik rakyat. Memang, Anggapan atau interprestasi ini jelas naïf dan salah. Memang, tuhan merupakandan tanggung jawab pada umat manusia didunia.
Tuhan memutuskan untuk tidak berfungsi sebagai yang berdaulat di dunia. Dia telah menganugrahi menusia dengan wahyu dan petunjuk esensial. Umat islam di harapkan untuk membentuk diri dan beperilaku secara individual dan kolektif. Menurut petunjuk itu, sekalipun esensi-nya petunjuk ini berdasarkan pada wahyu, tetapi interpretasi dan implementasinya adalah profane.
Apakah akan memilih jalan ke surga atau neraka adalah murni keputusan manusia. Apakah akan memilih islam atau keyakinan lain juga keputusan manusiawi. Apakah akan memilih untuk mengorganisir kehidupan kita berdasarkan pada islam atau tidak juga terserah kita. Begitu juga, apakahh umat islam hendak memilih bentuk pemerintahan islam atau sekuler. Tidak ada paksaan dalam agama.
Apabila ada konflik antara masyarakat dan pemimpin, seperti mayoritas masyarakat tidak menginginkan system islam, maka kalangan pimpinan tidak dapat memaksakan sesuatu yang tidak dekehendaki oleh masyarakat. Tidak ada paksaan atau tekanan dalam islam. Karena tekanan dan paksaan akan menghasilkan hasil yang di inginkan dan fondasi islam tidak dapat di dasrkan padapaksaan dan tekanan.
Pada karakter fundamental yang didasarkan pada poin-poin diatas, tidak ada konflik antara demokrasi dan system politik islam, kecuali bahwa dalam system politik islam orang tidak dapat mengnklaim dirinya islami apabila tindak tanduknya bertentangan dengan islam. Itulah mengapa umat islam hendaknya tidak menganggap demokrasi dalam artian umum bertentangan dengan islam. Sebaliknya, umat harus menyambut system demokrasi. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Fathi Osman, salah satu intelektual muslim kontemporer terkemuka, “demokrasi merupakan aplikasi terbaik dari syura”.
C.    Penerapan Demokrasi Dalam Islam
Sama halnya dengan Negara pada umumnya, pemerintahan islam juga dibantu oleh para menteri, gubernur, pegawai kantor dan juga hakm. Sebagai pembantu kepala Negara mereka juga dibebani tugas dan tanggung jawab seperti: menjaga keamanan dalam negeri, membela Negara, melindungi agama dan juga dakwah islam, menegakkan keadilan, menghukum orang yang berbuat kejahatan serta melanggar hak-hak \ allah swt dan manusia. Tugas-tugas yang diemban oleh kepala Negara ada sepuluh hal, yaitu sebagai berikut:[6]
1.      Menjaga agama agar tetap berada diatas pokok-pokok yang konstan dan sesuai pemahaman yang tidak disepakati oleh generasi salaf umat islam.
2.      Menjalankan hokum-hukum bagi pihak yang bertikai dan memutuskan permusuhan antara pihak yang berselisih, sehingga keadilan dapat dirasakan oleh semua orang.
3.      Menjaga keamanan masyarakat sehingga manusia dapat hidup tenang dan berpergian dengan aman tanpa takut mengalami penipuan dan ancaman atas diri dan hartanya.
4.      Menjalankan hokum had sehingga manusia dapat hidup tenang dan berpergian dengan aman tanpa takut mengalami penipuan dan ancaman atas diri dan hartanya.
5.      Menjaga pembatasan Negara dengan perangkat yang memadai dan kekuatan yang dapat mempertahankan Negara sehingga musuh-musuh tidak dapat menembus pertahanannya serta tidak dapat mencelakakan kaum muslimin atau kalangan kafir mu`ahad (kafir yang diikat janjinya).
6.      Berjihad melawan pihak yang menentang islam setelah disampaikan dakwah kepadanya hingga ia masuk islam dalam jaminan islam atau dzimmah.
7.      Menarik fa`I dan memungut zakat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat islam secara jelas dalam nash dan ijtihad.
8.      Menentukan gaji dan besarnya atha` (pemberian) kepada rakyat dan pihak yang mempunyai bagian dari baitul maal, tanpa berlebihan atau kekurangan dan memberikan pada waktu, tidak lebih dahulu dari waktunya dan tidak pula menundanya hingga lewat dari waktunya.
9.      Mengangkat pejabat-pejabat yang terpercaya dan mengangkat orang-orang yang berkompeten untuk membantunya dalam menunaikan amanah dan wewenang yang ia pegang dan mengatur harga yang berada dibawah wewenangnya, sehingga tugas-tugas dapat dikerjakan dengan sempurna dan harta Negara dapat terjaga dalam pengaturan orang-orang terpercaya.
10.  Agar ia melakukan sendiri inspeksi atas pekerjaan para pembantunya dan meneliti proyek sehingga ia dapat melakukan kebijakan politik umat dengan baik dan menjaga Negara.
Perkembangan islam pada zaman nabi Muhammad saw dan para sahabat mengalami masa keemasan, dimana hal itu bisa kita lihat bagaimana kemurnian islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan factor utamanya yaitu rasulullah saw.[7]
Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman sepeninggal rasulullah saw, estafet kepemimpinan islam berada ditangan para sahabat, terkhusus pada zaman khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan khulafaur rasyidin, islam berkembang dengan pesat dimana hamper 2/3 bumi yang kita huni ini hamper dipegang dan dikendalikan oleh islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan jjuga dalam menyebarkan islam sebagai agama tauhid yang diridhoi.
Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai kepala Negara digantikan abu bakar yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat, selanjutnya disebut khalifah. System pemerintahannya disebut “khalifah”. System khalifah ini berlangsung hingga kepemimpinan berada dibawah kekuasaan khalifah terakhir, ali bin abi thalib “karramah allahu wajhahu”.
Kata khalifah diturunkan dari kata kalafa yang berarti seseorang yang menggantikan orang lain sebagai penggantinya. Kata khalifah bisa mempunyai arti sekunder atau arti bebas, yaitu pemerintahan.[8] Maksudnya pemerintahan pengganti nabi Muhammad saw dalam menjalankan roda pemerintahan Negara islam.
Khilafah merupakan pemerintahan islam yang tidak dibatasi oleh territorial, ia meliputi berbagai suku dan bangsa. Ikatan yang mempersatukan kekhalifahan ini adalah islam sebagai agama. Pada intinya khilafah merupakan kepemimpinan umum yang mengurusi masalah agama dan Negara sebagai pelanjut masa kepemimpinan rasulullah saw.
Nabi tidak meninggalkan pesan bagaiman acara memilih penggantinya sebagai kepala Negara setelah beliau wafat, hanya terserah kepadah jamaah kaum muslimin. Hanya nebi telah menggariskan satu prinsip: al-amru syura bainahum, segala urusan harus dimusyawarahkan diantara kaum muslimin.
Dalam khutbah wida menjelang rasul akan wafat, beliau telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi segala urusan Negara, yaitu:[9]
1.      Persaudaraan islam, persamaan derajat dan permusyawaratan
2.      Jaminan kehormatan jiwa, harta dan kehormatan pribadi manusia
3.      Kewajiban memelihara dan menunaikan amanah
4.      Keharusan membersihkan modal usaha daripada noda riba
5.      Penetapan hak dan kewajiban timbal balik bagi suami istri
Kedaulatan mutlak dan keesaan tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung dalam konsep khalifah memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan belakangan ini mengembanngkan teori politik tertentu yang dianggap demokratis.
Didalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat, mannusia dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintahan.
Demokrasi islam dianggap sebagai system yang mengukuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma`) dan penilaian interpretative yang mandiri (ijtihad).
Musyawarah, consensus dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka keesaan tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifahnya.
Jabatan khalifah merupakan keputusan politik yang dihasilkan dalam pertemuan safiqah bani saidah. Sebuah keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan.[10]
Meskkipun istilah-istilah ini banyak diperdebatkan maknanya, namun llepas dari ramainya perdebatan maknanya didunia islam, istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara islam dan demokrasi didunia kontemporer.
D.    Pemahaman dan sikap pemikir islam terhadap demokrasi barat
Pembahasan islam tentang demokrasi akan diawali dengan filsafat politik islam itu sendiri, karena pemahaman tentang filsafat politik islam ini akan mempengaruhi terhadap konsep demokrasi.
Menurut al-maududi, filsafat politik islam berpijak dari iman  tehadap keesaan dan kekuasaan allah SWT yang merupakan landasan system social dan moral yang telah ditanamkan oleh para rosul. Kedaulatan hanya ada ditangan allah SWT, yang menguasai segala yang ada di jagad raya ini. Dia sendiri yang merupakan pemberi hokum. Tidak seorangpun, sekalipun ia merupakan rasul yang berhak memerintah orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan kehendaknya sendiri. Karena dalam ini rasul pun merupakan subjek dari perintah-perintah tuhan. Seperti dalam firman allah yang artinya: ”barang siapa yang menegakkan dan memutuskan suatu masalah tidak berdasarkan apa ynag telah diwahyukan allah SWT, maka mereka ini termasuk orang-orang kafir”. (QS. 5:44)
Dengan pemahaman seperti ini tampaknya semakin memperjels bahwa islam ditinjau dari segi filsafat politik merupakan antithesis dari demokrais barat. Dimana yang kita ketahui bahwa landasan filosofis demokrasi barat adalah kedaulatan rakyat, yang didalamnya jenis kekuasaan mutlak legislasi mengisi penentuan nilai-nilai serta norm-norma pelaku berada ditangan rakyat. Dalam hal ini rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi, apapun yang dikehendaki rakyat maka hal itulah yang akan terjadi.
Pembuatan undang-undang merupakan hak prerogative mereka dan legislasi harus sejalan dengan mood ataupun dengan suasana hati dari pandangan mereka. Jika sebagian legislasi khusus diinginkan oleh sebagian masyarakat maka apaun yang di inginkan oleh rakyat mesti dituruti walaupun jika di tinjau dari segi moral dan nilai-nilai keagamaan sangat bertentanngan maka mau tidak mau apa yang diinginkan masyarakat haruslah dimasukkan ke dalam undang-undang yang nantinya akan disahkan dan akan berlaku di masyarakat tersebut.
Dalam hal ini jalaluddin rahmat menjelaskan bahwa demokrasi yang seperti ini maksudnya demokrasi yang dari barat merupakan demokrasi yang sekuler dan ambigu. Oleh karena itu sebagian pemikir muslim menolak demokrasi barat.
Sikap kaum muslim bukan islam terhadap demokrasi menjadi sentral penting yang penuh dengan kkeracunan, karena mereka memikul beban sejarah yang sangat berat, dan masa lalu ini sangat berperan besar dalam melahirkan berbagai keraguan dan kebimbangan, bahkan mungkin penolakan dan tuduhan juga.
Islam dan demokrasi baik secara teori maupun secara praktis, masih menjadi persoalan yang kontroversial dikalangan pemikir muslim. Paling tidak ada 3 kelompok atau pandangan pemikiran para teoritis dan praktisi politik islam terhadap demokrasi, sesuai dan di dasarkan pada paradigm dan argumentasi teologisnya, yang berkembang di dunia islam.
1.      Kelompok dan pandangan islam konservatif, yang juga bisa disebut “blog kontra”. Mereka merupakan kelompok yang secara terang-terangan menolak adanya hubungan apalagi keterpaduan antara islam dan demokrasi yang merupakan produk pemikiran politik barat. Di dalam islam tidak ada tempat yang layak bagi demokrasi. Begitu juga demokrasi yang tidak pantas disandingkan atau dimasukkan ke ruang islam. Antar keduannya memiliki dan menempati dunianya masing-masing. Ada pemisahan yang jelas antara islam dan demokrasi. Pemikir-pemikir yang konservatif ini diantaranya yaitu: syaikh fadhallah, sayyid quthb dll.
2.      Kelompok dan pandangan islam liberal, yang juga biasa disebut dengan “blok pro”. Mereka mengemukakan bahwa antara islam dan demokrasi memiliki keterkaitan yang erat dan berdampingan. Mereka menerima demokrasi sebagai sesuatu yang universal, yang bias hidup dan berkembang di Negara-negara dunia muslim. Demokrasi dapat disandingkan dengan islam. Antara demokrasi dan islam tidak ada persoalan yang krusial yang perlu diperdebatkan karena di dalam keduanya memiliki kesamaan. Dalam kelompok ini pemikir-pemikirnya antara lain: Muhammad abduh, rasyid ridha dll.
3.      Kelompok dan pandangan islam moderat, biasa disebut dengan “non-blok”. Pendapat kelompok ini tidak memihak ke salah satu kelompok, baik konta maupun pro. Mereka berusaha dan berupaya berdiri ditengah-tengah kedua kelompok tersebut. Kelompok ini mencoba mencari titik temu pendapat antara kedua kelompok yang ada, mencari jalan tengahnya yaitu dengan mengemukakan adanya persamaan dan perbedaan antara islam dan demokrasi. Sedangkan pemikiran-pemikiran kelompok ini antara lain: abu a`la al-maududi, Muhammad iqbal dll.

E.     Persamaan dan perbedaan islam dan demokrasi
Drs. Dhiyauddin rais mengatakan, ada beberapa persamaam yang mempertemukan islam dan demokrasi. Namun, perbedaannya lebih banyak.
1.      Persamaannya:
a.       Jika demokrasi diartikan sebagai system yang di ikuti asas pemisahan kekuasaan, itupun sudah ada didalam islam. Kekuasaan legislative sebagai system terpenting dalam system demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan terpisah dari kekuasaan imam atau presiden. Pembuatan undang-undang dan hokum didasarkan pada al-qur`an dan hadist, ijma` atau ijtihad. Dengan demikian, pembuatan UU terpisah dari imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari imam. Adapun imam harus mentaatinya dan terikat UU. Pada akhirnya, imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan independen karena pengambilan keputusan tidak boleh didasarkan pendapat atau keputusan penguasa atau presiden, melainkan berdasarkan pada hukkum-hukum syariat atau perintah allah swt.
b.      Demokrasi seperti Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat pengertian itu pun ada didalam system Negara islam dengan pengecualian bahwa rakyat harus memahami islam secara komprehensif.
c.       Demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau social tertentu (misalnya, asas persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan berfikir dan berkeyakinan, seperti hak hidup dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam islam.
2.      Perbedaan islam dan demokrasi
a.       Demokrasi yang sudah popular di barat, definisi bangsa atau umat di batasi batas wilayah, iklim, daerah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang mengkristal. Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikirannasionalisme ataurasialisme yang diiringi tendensi fanatisme. Adapun menurut islam, umat tidak terikat batas wilayah atau batas lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam islam adalah ikatan aqidah, pemikiran dan perasaan. Siapapun yang mengikuti islam, ia masuk salah satu Negara islam terlepas dari jenis, warna kulit, Negara, bahasa atau batasan lain. Dengan demikian, pandangan islam sangat manusiawi dan bersifat internasional.
b.      Tujuan-tujuan demokrasi modern barat atau demokrasi yang pada tiap masa adalah tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dan material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat (rakyat) atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi islam selain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi (materi) mempunyai tujuan spiritual yang lebih utama dan fundamental.
c.       Kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi barat adalah sebuah kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kedzaliman atau kemaksiatannya. Manun dalam islam, kedaulatan rakyat tidka mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi batasan-batasan syariat, al-qur`an dan as-sunnah tanpa mendapat sanksi.





BAB III
KESIMPULAN
Dalam pembahasan diatas dapat dipahami bahwa demokrasi dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Berarti secara bahasa demis-cratein atau demos-cratos bererti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Adapun secara istilah (terminologis) adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas atau suatu system pemerintahan dalam Negara yang mana mayoritas anggota dari masyarakat politik ikut serta atas dasar system perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah mempertanggung jawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
Menurut pandangan islam, banyakkalangan sarjaa islam yang kembali mengkaji akar dan khazanah islam dan secara meyakinkan berkesimpulan bahwa islam dan demokras tidak hanya compatible; sebaliknya, asosiasi keduanya tak terhindarkan, karena sisitem politik islam adalah berdasarkan pada syura (musyawarah). Islam mempunyai tiga unsur pokok yang berdasarkan pada petunjuk visi alqur`an, nabi Muhammad saw dan empat khalifah sesudahnya (khulafa ar-rasyidin) antara lain, pertana, konstitusional kedua. Partisipatoris ketiga, akuntabilitas. Sama halnya dengan Negara pada umumnya, pemerintahan islam juga dibantu oleh para menteri, gubernur, pegawai kantor dan juga hakim. Sebagai pembantu kepala Negara, mereka juga dibebani tugas dan tanggung jawab seperti: menjaga keamanan dalam negeri, membela Negara, melindungi agama dan juga dakwah islam, menegakkan keadilan, menghukum orang yang berbuat kejahatan serta melanggar hak-hak allah swt dan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Suseno, Frans Margin. 1998. etika politik prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern. Jakarta: PT. Gramedia.
Hasjym, A. 1995. Sejarah kebudayaan islam. Jakarta: Bulan Bintang
Khalid, Muhammad. 1981. Karakteristik perihidup enam puluh sahabat rasulullah. Bandung: CV. Diponegoro.
J. Suyuti pulungan. 1994. Fiqih siyasah, ajaran-ajaran dan pemikiran. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.
Mujar, ibnu syarif, khammami zada. Fiqih siyasah dan pemikiran politik islam. Jakarta: Erlangga.
Shapiro, ian. 2006. Asas moral dan politik. Jakarta: freedom institute.
Santoso, nandang mulya. 2009. Tanya jawab system politik (political system). Bandung: Amico.
azra, azyumardi. 2003. Demokrasi, hak asasi manusia & masyarakat madani. Jakarta: ICCE UIN syarif hidayatullah.






[1] Nandang Mulya Santosa, Tanya Jawab Sistem Politik (political system), (Bandung: Armico, 2009), hal: 10
[2] Asep Sahid Getara, Pendidikn Kewarganegaraan, (Bandung: Fokus Media, 2005), hal: 120
[3] Ian Shapiro, Asas Moral dalam Politik, (Bogor: yayasan obor Indonesia, 2006), hal: 206
[4] Ibid. hal: 208
[5] H. M Tahir Azhary, Hukum Islam Dalam Era Pasca Modernisme, (Jakarta: bina mandiri perss), 1994, hal: 316
[6] Mujar ibnu syarif dan khamami zada, fiqih siyasah, doktrin dan pemikiran politik islam, hal: 64
[7] Khalid Muhammad Khalid, karakteristik perihidup enam puluh sahabat rasulullah, Bandung: cv. Diponegoro, hal: 20
[8] J. suyuthi palunngan, fiqih siyasah, ajaran-ajaran dan pemikiran, (Jakarta: PT. raja grafindo), 1994, hal: 43
[9] A. hasjmy, sejarah kebudayaan islam, (Jakarta,: bulan bintang, 1985), hal: 62
[10] Frans magnis suseno, etika politik, prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern, (Jakarta: PT. Gramedia, 1998), hal: 20

1 komentar:

  1. Betway Casino review | CasinoGrounds
    The Betway mobile casino was established in the late 19th 경산 출장샵 century by the well-established casino brand, 서울특별 출장샵 Betway, in Betway's business. The brand 영주 출장마사지 has been around 경주 출장안마 for 광양 출장샵 a

    BalasHapus